Jumat, 01 Juli 2011

defenisi sastra dan ruang lingkupnya


A. DEFINISI TENTANG SASTRA
Apakah sastra itu? Mengapa sastra itu ada? Dari mana munculnya kesusasastraan? Untuk apa kita mempelajari sastra? Untuk apa teori-teori sastra dipelajari? Tentunya cukup banyak usaha yang dilakukan sepanjang masa untuk memberi batasan yang tegas atau pertanyaan itu, dari berbagai pihak dan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Tetapi, batasan manapun jua yang pernah diberikan oleh ilmuwan ternyata diserang, ditentang, dan disangsikan atau terbukti tidak kesampaian.karena hanya menekankan satu atau beberapa aspek saja, atau ternyata hanya berlaku untuk sastra tertentu. Atau yang sebaliknya terjadi, adakalanya batasan ternyata terlalu luas dan longgar, sehingga melingkupi banyak hal yang jelas bukan sastra. Masalahnya: secara intuisi sedikit banyaknya tahu segala apakah yang hendak disebut sastra, tetapi begitu kita mencoba membatasinya segala itu luput dari tangkapan kita.
Memang seringkali secara umum dapat dilakukan bahwa definisi sebuah gejala dapat kita dekati dari namanya. Sudah tentu definisi semacam itu biasanya tidak sempurna, harus diperhalus atau diperketat kalau gejala tersebut mau dibicarakan secara ilmiah, meskipun begitu manfaat tinjauan dari segi pemakaian bahasa sehari-hari sebagai titik tolak. Seringkali cukup baik. Dalam
bahasa-bahasa Barat, gejala yang ingin kita perikan dan batasi disebut
literature(Inggris), literature(Jerman), litterature (Perancis), semuanya berasal dari bahasa LatinLitteratura. KataLitteratura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika;liter atur a dangrammatical masing-masing berdasarkan katalittera dangramma yang berarti “huruf” (tulisan,letter). Menurut asalnyaLitteratura dipakai untuk tata bahasa dan puisi;liter atur e dan seterusnya, umumnya berarti dalam bahasa Barat Modern: segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tulis.

Sebagai bahan banding, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar katasas-, dalam kata kerja turunan berarti ‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi’. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka,sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran’. Awalansu- berarti ‘baik, indah’ perlu dikenakan kepada karya-karya sastra untuk membedakannya dari bentuk pemakaian bahasa lainnya. Katasusastra nampaknya tidak terdapat dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno (Gonda 1952; Zoetmulder 1982), jadis us as tr a adalah ciptaan Jawa dan/atau Melayu.

Pandangan-pandangan ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa ciri khas sastra adalah pemakaian bahasa yang indah. Persoalannya adalah tidak semua karya sastra (terutama terlihat pada seni-seni modern) menggunakan
Bahasa yang indah dan berbunga-bunga. Foucalt menyebutkan bahwa sastra modern lahir dan bertumbuh di dalam kemapanan bahasa dan kungkungan pola-pola linguistik yang kaku. Oleh karena itu, sastra modern berlomba-lomba mentransgresikan dirinya pada suatu ruang abnormal. Sastra modern justru menawarkan suatu dunia dan bahasa yang aneh dalam kesadaran masyarakat.
Benarlah bahwa definisi mengenai ‘sastra’ dan upaya merumuskan ‘ciri khas sastra” sudah banyak dilakukan orang, tetapi sampai sekarang agaknya belum memuaskan semua kalangan. Luxemburg, et al (1986:3-13) menyebutkan alasan mengapa definisi-definisi mengenai sastra tidak pernah memuaskan. Alasan-alasan itu adalah: 1) orang ingin mendefinisikan terlalu banyak sekaligus tanpa membedakan definisi deskriptif (yang menerangkan apakah sastra itu) dari definisi evaluatif (yang menilai suatu teks yang termasuk sastra atau tidak); 2) sering orang mencari sebuah definisi ontologi yang normatif mengenai sastra yakni definisi yang mengungkapkan hakikat sebuah karya sastra. Definisi semacam ini cenderung mengabaikan fakta bahwa karya tertentu bagi sebagian orang merupakan sastra, tetapi bagi orang yang lain bukan sastra; 3) orang cenderung mendefinisikan sastra menurut standar sastra Barat, dan 4) definisi yang cukup memuaskan hanya berkaitan dengan jenis tertentu (misalnya puisi) tetapi tidak relevan diterapkan pada sastra pada umumnya.
Luxemburg, et al (1986) mengatakan bahwa bukanlah hal yang mudah dapat dilakukan dalam memberi definisi sastra secara universal. Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, tetapi sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan.
1. Sastra dihubungkan dengan teks-teks yang tidak melulu disusun atau dipakai untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan hanya berlangsung untuk sementara waktu saja.
2. Dalam sastra bahannya diolah secara istimewa. Berlaku bagi puisi
maupun prosa.
3. Sebuah karya sastra dapat kita baa menurut tahap-tahap arti yang
berbeda-beda.
4. Karya-karya yang bersifat biografi, atau karya-karya yang menonjol
karena bentuk dan gayanya juga seringkali digolongkan sastra.
Lebih lanjut, Luxemburg juga mengemukakan pandangannya dalam
menilai sastra itu sendiri, yakni
1.
Karena sifat rekaannya, sastra secara langsung tidak mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugah kita untuk langsung bertindak; sastra memberikan kemungkinan atau keleluasan untuk memperhatikan dunia-dunia lain, kenyataan-kenyataan yang hanya hidup dalam angan-angan, sistem-sistem nilai yang tidak dikenal atau bahkan yang tidak dihargai
2.
Sambil membaca karya sastra, kita dapat mengadakan identifikasi dengan seorang tokoh, dengan orang-orang lain.
3.
Bahasa sastra dan pengolahan bahannya lewat sastra dapat membuka batin kita bagi pengalaman- pengalaman baru atau mengajak kita untuk mengatur pengalaman tersebut dengan suatu cara baru.
4.
Sastra merupakan sebuah sarana yang sering dipergunakan untuk mencetuskan pendapat-pendapat yang hidup dalam masyarakat kita atau lingkungan kebudayaan kita. Hal ini tidak berarti bahwa pendapat- pendapat tersebut selalu bermutu.

B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP TEORI SASTRA

Secara umum, yang dimaksud teori adalah suatu sistem ilmu atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati.teori berisi konsep/uraian tentang hukum-hukum untuk suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya dan diverifikasi atau dibantah kesahihannya (diversifikasi) pada objek atau gejala-gejala yang diamati tersebut.
Pertama-tama yang diperlukan adalah bahwa istilah yang tepat untuk menyebut teori sastra, baik bahasa Indonesia atau Inggris, belum ditemukan. Akibatnya definisi mengenai hakikat, fungsi dan teori sastra tidak mudah dirumuskan. Bahkan istilah-istilah yang digunakan utnuk menyebutkan konsep-konsep yang paling mendasar pun berbeda-beda. Antara teori dan ilmu sastra belum ada pembatasan yang jelas. Demikianlah pergelutan sastra menjadi ilmu menjadi hambatan-hambatan yang cukup banyak. Juga dalam hal konsep-konsep keilmuannya (Kuntara Wiryamartana, 1992)
Menurut Wellek dan Warren (1993), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Sedangkan teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Sedangkan studi terhadap karya sastra disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiga bidang ilmu tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan secara erat. Teori sastra hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung terhadap karya sastra. Kriteria, kategori, dan skema umum mengenai sastra tidak mungkin diciptakan tanpa berpijak pada karya sastra kongkret.

contoh kutipan


Contoh Kutipan :


- Sutrisno (1990:123) menyimpulkan “Inflasi di Bursa Efek Jakarta sudah  mulai stabil”.

- Abimanyu (2008:234) menyimpulkan “Kejadian Lumpur lapindo di sidoarjo adalah    bencana alam”.

-   Joko (2000:273) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara faktor social ekonomi dengan kemajuan belajar”.



Daftar Pustaka


1.Hidayatullah, A. Taufiq. 2002. Belajar dan Profesional Word 2002. Surabaya: Indah.

2.Setiawan, Agung. 2003. Pengantar Sistem Komputer. Bandung: Informatika.

3.Sukmono, Ardi et al. 1995. Mesin Komputer. Pekalongan: CV Bahagia