Selasa, 19 April 2011

cerpenku


Harapan Yang Menjadi Arang
Tengah malam begitu pekat, bulan timbul tenggelam dilautan awan. Keheningan malam menghantarkan tidurku membasuh lelah dari beraktifitas seharian. Tetapi keheningan itu pudar saat aku menerima telepon seseorang. Tidak jelas nomor yang masuk di hpku, tak ada yang bicara, tapi kudengar suara bising musik disko yang  nyaring. Sesaat kuputus telepon itu, tak lama hpku berdering lagi.
 “Aaah, paling orang iseng,” kataku dalam hati.
Kulihat layar hpku, ternyata sms masuk, begitu terkejutnya aku, sms itu dari pacarku. Dia  mengirimkan pesan “aku benci denganmu, kau putuskan aku, jadi lebih baik aku senang-senang dengan laki-laki baru.”
Bak disembar petir pada siang bolong. Pacarku berada di sebuah tempat hiburan malam di Banjarmasin.
Hatiku tak karuan, detak jantung berdebar kencang. Aku memang salah tadi siang  memutusi dia, kini dia sakit hati denganku, tapi sebenarnya aku sangat sayang padanya. Aku memutuskan dia karena aku hanya ingin menguji kesabaran, ketulusan hati dan seberapa besar rasa sayangnya padaku setelah 4 tahun kami menjalani pacaran.
Malam itu hatiku begitu terluka, sehingga tak terasa aku mengisak-isak menangis sampai-sampai mamaku terbangun dari tidurnya.
“Mengapa menangis rif ?” tanya mamaku yang datang menghampiriku dari kamar sebelah.
 “Tak apa-apa ma,” jawabku sambil mengusap air mata.
“Tak apa-apa kok menangis?” tanya mamaku lagi.
“Ma, salahkah aku menguji kesabaran seorang pacar?” sahutku.
“Menguji bagaimana?” sambung mamaku.
“Tadi siang aku memutuskan Widya ma. Aku hanya ingin tahu apakah dia berusaha untuk mempertahankan hubungan kami. Karena aku mulai curiga dengan sifatnya akhir-akhir ini. Dia tidak lagi mengirimkan kata-kata romantis seperti biasa padaku. Dia juga sudah mulai jarang menghubungi aku. Kalau aku telepon, lama  baru diangkat. Smsku juga jarang dibalas. Aku merasa curiga kalau dia di Batulicin punya kekasih lagi.”
“Arif, buanglah rasa curigamu terhadapnya, kaliankan sudah 4 tahun menjalani pacaran, sebentar lagi kan kamu akan menikahinya setelah lulus sekolah.”
“Tapi Ma, buktinya dia pergi ke tempat hiburan dengan laki-laki lain,” sahutku.
Tak lama Hpku berdering memotong pembicaraan kami, ternyata sms sepupuku yang tinggal di Banjarmasin. Dia menyampaikan pesan bahwa dia melihat pacarku di tempat hiburan malam dengan seorang laki-laki.
Hatiku makin tersayat membaca sms itu.
“Ma, cukup jelas kan? Ternyata dia memang bersama laki-laki lain. Sulit menjaga hubungan jarak jauh ini, aku tinggal di Kandangan sedangkan dia tinggal di Batulicin.”
Widya pacarku itu dulunya tinggal di Kandangan. Dua tahun berpacaran dia pindah ke Batulicin karena ikut orang tuanya yang pindah bertugas disana.
“Ma, ijinkan aku ke Banjarmasin malam ini juga. Aku mau menjemput dia.”
“Tidak Nak! Sahut mamaku. Ini tengah malam, mama takut terjadi sesuatu denganmu diperjalanan.”
“Ma, aku tidak mau dia ketempat-tempat seperti itu. Aku masih sayang padanya, bahkan aku terlalu cinta padanya,” lirihku pada mama.
“Tidak Nak, kalau dia memang bersama laki-laki lain biarkanlah dia, kamu masih bisa mencari wanita yang setia, bahkan lebih baik dari dia.”
“Tapi Maaa!”
“Mulai sekarang mama tidak setuju lagi kamu berhubungan dengan dia, jadi mama harap kamu melupakan dia.”  Mama pun pergi meninggalkanku.
Besok harinya aku ke Banjarmasin tanpa sepengetahuan mamaku untuk mencari Widya. Aku sms dia, agar menemuiku untuk mencari kejelasan, dia pun mau menemuiku di kos temanku.
Dengan hati yang tidak karuan, perasaan kesal, marah dan rindu pun tergabung menjadi satu saat bertemu. Dengan nada pelan kata-kata keluar dari mulutku.
“Wid, mengapa kamu menghianati aku?”
“Mengapa kamu tega menyakiti aku?”
“Bukankah kamu sendiri yang memutuskan aku?” sahut Widya.
“Memang benar, aku yang memutuskan hubungan kita. Tapi apa kamu tidak berusaha untuk mempertahankan hubungan ini? Aku begitu, karena kamu akhir-akhir ini jarang balas sms aku. Aku hanya menguji kamu,” kataku dengan nada tinggi.
“Rif, sebaiknya hubungan kita memang harus berakhir. Aku bosan pacaran jarak jauh. Sekarang aku di Batulicin sudah punya kekasih.”
“Hah!? Jadi selama ini?”
“Iya Rif, maaf aku sudah tak bisa lagi denganmu.”
Widya pun pergi meninggalkanku. Punah sudah semua harapan dan angan-angan hidup bersama.
Hari-hari ku lalui hidup dengan kehampaan. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Detik waktu terus berjalan, berhias gelap dan terang. Suka dan duka, tangis dan tawa tergores dilubuk jiwa. Pikiranku melayang memikirkan kenangan saat bersama Widya. Suka duka dilalui saat masih bersama, kini sudah tak ada harganya. Hingga aku mengalami stres berat karena diotakku selalu memikirkan dia.
Hari-hari berikutnya serasa kosong, aku sangat tidak bersemangat  untuk hidup. Aku mencari aktivitas apapun untuk menghilangkan ingatan yang selalu tertuju pada Widya. Tapi bagaimana pun sulit bagiku untuk melupakan. Semakin ku melupakan dia, semakin melekat pula kenangan indah saat bersamanya. Semua impian yang sudah kami rencanakan membangun mahligai perkawinan, akhirnya kandas ditengah jalan. Harapan yang menjadi arang.
Untungnya aku memiliki banyak teman yang begitu memberi dukungan agar aku kembali bersemangat menjalani aktivitas, tetapi karena pikiranku sangat kacau, hingga akhirnya aku pun salah dalam memilih teman. Aku terjebak dalam pergaulan mereka yang sering minum-minuman keras dan menggunakan narkoba, semua itu kulakukan agar aku bisa melupakan semua yang terjadi padaku.
Tidak lama orang tuaku tahu bahwa aku sering minum-minuman keras dan menggunakan narkoba, karena orang tuaku begitu menyayangiku, mereka memberikan nasehat-nasehat dan tidak ingin melihat masa depanku hancur hanya karena seorang wanita.
“Nak,  kuburlah dalam-dalam kenanganmu bersamanya. Beberapa hari lagi ujian sekolah akan dimulai, mama ingin kamu lolus dan berhasil meraih cita-cita, belajar lah dari sekarang nak.”
“Ma, kalau aku lulus sekolah, apakah aku diijinkan untuk kuliah di Banjarmasin?”
“Tentu Nak, asal kamu serius untuk kuliah, jangan lagi kamu minum-minuman keras dan menggunakan narkoba, mama ingin kamu berhasil dan sukses.”
“Kalau kamu sudah sukses, kamu pasti mudah untuk mendapatkan wanita.”
“Baiklah Ma, dari sekarang aku berjanji akan membenahi hidupku, do’akanlah anakmu ini agar bisa tenang menjalani hidup ini.”
“Iya, do’a ibu selalu menyertaimu.”
“Satu lagi pesan mama, janganlah kamu meninggalkan sholat 5 waktu kepada Allah Swt! Karena sholat bisa menenangkan hati dan pikiranmu.”
Ujian sekolah akhirnya selesai, dan beberapa minggu kemudian pengumuman kelulusan tiba. Aku lulus sekolah dengan nilai yang memuaskan, sehingga aku sekarang melanjutkan kuliah di Universitas Negeri di Banjarmasin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar